1.
Problem Scale
Scale merupakan kristalisasi dan
pengendapan mineral yang berasal dari hasil reaksi ion-ion yang terkandung
dalam air formasi. Pengendapan dapat terjadi di dalam pori-pori batuan formasi,
lubang sumur bahkan peralatan permukaan.
Penyebab
terbentuknya endapan scale antara lain :
a.
Bercampurnya dua Jenis Air Yang Berbeda
Dua jenis air
yang sebenarnya tidak mempunyai kecenderungan untuk membentuk scale, bila
bercampur kemungkinan membentuk suatu komponen yang tidak larut. Contoh yang
umum adalah pencampuran antara air injeksi dengan air formasi di bawah sumur,
dimana yang satu mempunyai kelarutan garam-garam barium yang tinggi, sedangkan
yang lainnya mengandung larutan sulfate.
Pencampuran ini akan mengakibatkan pembentukan endapan barium sulfate
(BaSO4) yang dapat menyumbat dan sulit untuk dibersihkan. Endapan
carbonate dan sulfate akan menjadi lebih keras dan makin bertambah apabila
larutan mineralnya dalam keadaan bersentuhan (kontak) dengan permukaan dalam waktu
yang lama.
b. Penurunan
Tekanan
Pada saat air formasi mengalir dari
reservoir menuju lubang sumur, maka akan terjadi penurunan tekanan. Penurunan
tekanan ini dapat pula terjadi dari dasar sumur ke permukaan dari well head ke
tanki pengumpul. Penurunan tekanan ini akan menyebabkan terlepasnya CO2
dan ion bikarbonat (HCO3-) dari larutan.
Dengan terbebaskannya gas CO2
, sehingga akan menyebabkan berkurangnya kelarutan CaCO3. Hal ini
berarti penurunan tekanan pada suatu sistem akan menyebabkan meningkatnya
kemungkinan terbentuknya scale CaCO3.
c.
Perubahan Temperatur
Pada saat terjadi perubahan
(kenaikan) temperatur, maka akan terjadi penguapan, sehingga terjadi perubahan
kelarutan, dan hal ini akan mengakibatkan terjadinya pembentukan scale.
Temperatur mempunyai pengaruh pada pembentukan semua tipe scale, karena
kelarutan suatu senyawa kimia sangat tergantung pada temperatur. Misalnya
kelarutan CaCO3 akan berkurang dengan kenaikan temperatur dan
kemungkinan terbentuknya scale CaCO3 semakin besar.
2. Mekanisme
Terbentuknya Scale
a.
Makin besar pH
Makin besar pH cairan, maka akan mempercepat terbentuknya scale.
Scale biasanya terbentuk pada kondisi basa (pH > 7).
b.
Terjadinya agitasi (pengadukan)
Pengadukan atau goncangan akan mempercepat terbentuknya endapan scale.
Scale biasanya terbentuk pada tempat dimana faktor turbulensi besar, seperti
sambungan pipa, valve dan daerah-daerah penyempitan aliran.
c.
Kelarutan zat padat
Kelarutan zat padat yang dikandung oleh air sangat berperan dalam
pembentukan scale, sebab bila kelarutan zat padat rendah atau kecil, maka
kemungkinan untuk terbentuknya scale akan semakin besar.
3.
Jenis-jenis scale yang terjadi antara lain :
- Scale Calcium Sulfate (CaSO4)
Scale Calcium Sulfate terbentuk dari reaksi ion calcium dan ion sulfat reaksinya
sebasgai berikut :
- Scale Barium Sulfate (BaSO4)
Scale Barium Sulfate dibentuk oleh kombinasi ion Ba++ dan ion
SO4= dengan reaksi sebagai berikut :
- Scale Kalsium Karbonate (CaCO3)
Scale ini terbentuk dari kombinasi ion kalsium dan ion karbonat atau
bicarbonate, sesuai dengan reaksi :
Perubahan kesetimbangan kimia ini
menyebabkan terbentuknya scale yang dapat menghambat atau menutup pori-pori
batuan.
3. Cara mencegah terbentuknya
scale :
- Menghindari tercampurnya air yang incompatible (tidak boleh campur)
- Mengubah komposisi air dengan water dilution (pengencer air ) atau mengontrol pH
- Menghilangkan zat pembentuk scale
- Penambahan scale control chemical
4. Cara mengatasi problem scale
- Penambahan larutan EDTA (Ethylene Diamine Tetra Acetic)
- Acidizing (Penambahan larutan HCl atau HCl:HF )
2.
Emulsi
Emulsi adalah campuran dua macam
cairan yang dalam keadaan biasa tidak dapat bercampur (immiscible). Problem
emulsi umumnya timbul pada saat air mulai terproduksi bersama minyak. Air yang
tidak dapat bercampur dengan minyak dinamakan air bebas dan dengan mudah
dipisahkan dengan cara pengendapan. Namun
disegi lain ada emulsi yang sulit berpisah, sehingga diperlukan suatu
usaha untuk pemecahannya. Terdapat tiga faktor penting yang membentuk emulsi
stabil, yaitu :
1.
Adanya dua macam cairan yang immiscible.
2.
Adanya pengadukan/agitasi yang cukup kuat untuk
menyebarkan cairan yang satu ke dalam cairan yang lainnya.
3.
Adanya emulsifying agent yang dapat membuat emulsi
menjadi stabil.
Di dalam emulsi
cairan dalam bentuk butiran-butiran yang tersebar disebut dispersed (internal)
phase, dan cairan yang mengelilingi butiran-butiran itu disebut continuous
(external) pahase. Secara umum emulsi dapat diklasifikasikan menjadi 2 (dua),
yaitu :
1.
Water in oil (W/O) emulsion dimana air sebagai
dispersed dan minyak sebagai continious phase. Water in oil emulsi inilah yang
sering dijumpai.
2.
Oil in water (O/W) emulsion, dimana minyak sebagai
dispersed phase dan air sebagai continious phase.
Ditinjau dari
kestabilannya, emulsi juga dapat dibagi 2 (dua) macam, yaitu :
1.
Emulsi yang stabil adalah emulsi dimana minyak dan air
tidak dapat memisahkan diri tanpa
bantuan dari luar.
2.
Emulsi yang tidak stabil adalah emulsi dimana minyak
dan air dapat memisahkan diri tanpa bantuan dari luar, cukup hanya diberikan
settling time saja.
Kestabilan
emulsi tergantung beberapa faktor, yaitu :
·
Emulsifying agent, pada emulsi minyak bumi yang
stabil. Hal ini terdiri dari : asphalt, resin, oil soluble organic acid dan
material-material halus yang lebih larut atau dapat berpencar dalam minyak
daripada dalam air.
·
Viskositas, jika tinggi maka kecendrungan untuk
mengikat butiran air lebih besar dibanding minyak yang viskositasnya lebih
rendah. Minyak yang viskositasnya besar memerlukan waktu lebih lama untuk
memecahkan emulsinya.
·
Specific grafity, bila perbedaannya besar maka
akan mempercepat settling. Minyak yang berat berkecendrungan untuk menahan
butiran-butiran air dalam bentuk suspensi lebih lama.
·
Prosentase air yang tinggi akan membentuk emulsi
yang kurang stabil, sehingga mudah dipisahkan dari minyaknya.
·
Umur emulsi, minyak yang mengandung emulsi bila
dimasukkan ke dalam tangki, dan air yang tersisa terpisahkan serta tidak segera
dilakukan treatmen, maka emulsi tersebut menjadi sangat sulit untuk dipisahkan.
A. Pencegahan problem emulsi
Secara umum pencegahan problem emulsi dapat dibagi 2 (dua) yaitu :
- Tidak memproduksikan minyak dengan air secara serentak.
- Mencegah timbulnya agitasi yang dapat membentuk emulsi
Karena memisahkan air didalam wellbore bisanya sangat sulit, maka
pencegahan agitasilah yang dituju, yaitu dengan :
- Mencegah aliran turbulensi akibat penggunaan surface choke yang kurang tepat, dengan memberi tekanan separator lebih besar namun dijaga perbedaan tekanannya masih mampu mengalirkan minyak ke separator.
- Pemakaiaan bottom hole choke, yang didasarkan atas :
a)
Perbedaan tekanan yang kecil antara up dan down-stream
b)
Temperatur didasar sumur jauh lebih tinggi dari
temperatur permukaan
c)
Aliran yang lurus dengan jarak relatif panjang pada
down-stream dari choke.
·
Pembukaan dan penutupan sumur secara terencana
·
Pada sumur-sumur yang di gas lift, pembentukan
emulsi bisa dicegah dengan meningkatkan efisiensi gas lift di tubing (pada
continious gas lift) dan pemberian demusilfer pada ghatering systemnya.
·
Pada sumur-sumur pompa, pembesaran efisiensi
volumetris pompa yang akan mengurangi terjadinya emulsi yaitu dengan pemasangan
gas anchor, clearance pompa yang kecil, spacing yang baik serta kecepatan dan
panjang stroke yang semestinya.
B. Penanggulangan problem emulsi
Terdapat beberapa macam cara untuk pemecahan emulsi, antara lain dengan :
- Metode Settling Time (Pengendapan)
Dengan cara ini diharapkan air, emulsi dan minyak akan terpisah secara
gravitasi (karena perbedaan densitasnya). Peralatan yang dipakai dapat berupa :
gun barrrel atau wash tank, free water knock out, storage tank, atau oil
skimmer.
2.
Metode Kimiawi (penggunaan
demulsifer)
Dengan metode
ini dapat merusak film dari emulsifying agent yaitu dengan membuat kaku dan
mengkerutkannya.
3.
Metode pemanasan
Metode ini
diterapkan dengan anggapan dispersed phase dalam emulsi tetap dalam keadaan
bergerak (seperti gerak Brown dalam larutan koloid-koloid zig-zag). Panas akan
mempercepat gerakan tersebut dan menyebabkan partikel dispersed phase saling
tubrukan lebih sering dengan kekuatan lebih besar, sehingga menyebabkan lapisan
film yang dibentuk emulsifying agent menjadi pecah, dan viskositas cairan makin
berkurang yang menyebabkan air terpisah . Di lapangan metode ini diterapkan
pada alat-alat Heater Treater.
4.
Metode elektrik (listrik)
Prinsip
metode ini adalah merusak atau menetralkan film penyelubung butiran-butiran air
yang diinduksi oleh medan
listrik statis, sedangkan minyak sebagai continious phase diinduksikan sehingga
butiran-butiran air yang lebih besar akan cepat mengendap dibanding butiran air
yang kecil .
5.
Metode kombinasi
Di lapangan,
metode kombinasi inilah yang sering diterapkan yaitu metode panas-kimiawi dan
kimiawi-listrik. Selain itu terdapat metode kombinasi dengan sistem mekanik,
yaitu :
·
Filtering, dimana emulsi
dipaksa mengalir melalui filter
(saringan) sehingga film yang menyelubungi dispersed phase pecah, namun
demikian ternyata tidak semua terpecahkan.
·
Centrifuging, dimana emulsi
dipecah dengan gaya
centrifugal
Seringkali metode pemecahan
problem emulsi juga dikombinasikan dengan pemecahkan problem korosi.
3.
Problem Parafin
Parafin
atau asphaltin adalah unsur-unsur pokok yang banyak terkandung dalam minyak
mentah. Jenis kerusakan akibat endapan organik ini umumnya disebabkan oleh perubahan
komposisi hidrokarbon , kandungan wax (lilin) di dalam crude oil , turunnya temperatur dan tekanan, sehingga
minyak makin mengental (pengendapan parafinik) dan menutup pori-pori batuan.
Secara umum rumus parafin adalah CnH2n+2.
Endapan parafin yang terbentuk merupakan suatu pesenyawaan
hidrokarbon dan hidrogen antara C18H38 hingga C38H78 yang
bercampur dengan material organik dan inorganik lain.
Kelarutan
parafin dalam crude oil tergantung pada komposisi kimia minyak dan temperatur.
Pengendapan akan terjadi jika permukaan temperaturnya lebih rendah daripada
crude oil. Viskositas crude oil akan meningkat dengan adanya kristal parafin
dan jika temperatur terus turun crude oil akan menjadi sangat kental.
Temperatur terendah dimana minyak masih dapat mengalir disebut titik tuang
(pour point).
1. Secara rinci penyebab utamanya
adalah :
·
Turunnya tekanan reservoir
·
Hilangnya fraksi ringan minyak
·
Pemindahan panas dari minyak ke
dinding pipa dan diteruskan ke tempat sekitarnya.
·
Aliran cairan yang tidak tetap
dan tidak merata.
·
Adanya partikel lain yang
menjadi inti pengendapan.
·
Kecepatan aliran dan kekasaran
dinding pipa.
·
Terhentinya aliran fluida
2.
Problem endapan organik ini dapat terjadi pada daerah :
·
Sepanjang zona perforasi
·
Pada tubing
·
Flow line
·
Separator
·
Di stock tank
3. Cara
mengatasi problem parafin
·
Mekanik (diresrvoir : hydroulic fracturing, di
tubing dengan alat scraper dan cutter
dan di flowline dengan alat pigging )
·
Kombinasi dengan pemakaian solvent (kerosen,
kondensate, dan minyak diesel) dengan cara pemanasan (pemakaian heater treater,
steam stimulation atau thermal recovery seperti injeksi uap)
·
Pemakaian larutan air + calcium carbide atau
acethylene
·
Acidizing
Kedua faktor (endapan inorganik dan
organik) ini akan menghambat aliran
fluida reservoir ke sumur produksi dan membentuk daerah kerusakan atau “zona
damage”. Penurunan produksi dari sumur minyak tergantung dari banyaknya dan
tempat di mana endapan tersebut terdapat Gambar .3.6. merupakan model dari
endapan parafin.
4.
Kepasiran (sand problem)
Seperti diketahui, pasir yang
terproduksi bersama fluida formasi antara lain akan menyebabkan :
·
Abrasi atau pengikisan di atas permukaan (termasuk endapannya)
·
Dapat terjadi penurunan laju
produksi, bahkan dapat mematikan sumur.
Usaha yang
harus dilakukan untuk mencegah terjadinya kepasiran tersebut adalah dengan cara
memproduksikan minyak pada laju optimum tanpa terjadi kepasiran. Sand free flow
rate merupakan besarnya laju produksi kritis, dimana apabila sumur tersebut
diproduksikan melebihi laju kritisnya,
maka akan menimbulkan masalah kepasiran.
Maksimum sand free flow rate atau
laju produksi maksimum tanpa menimbulkan kepasiran dapat ditentukan dnegan
suatu anggapan bahwa gradien tekanan maksimum di permukaan kelengkungan pasir,
yaitu suatu laju produksi maksimum tanpa kepasiran berbanding langsung dengan
keuatan formasi. Dengan kata lain jika produksi menyebabkan tekanan
kelengkungan pasir lebih besar dari kekuatan formasi, maka butiran pasir
formasi akan mulai ikut bergerak.
1. Faktor –faktor yang mempengaruhi problem terjadinya kepasiran :
a. Kekuatan Formasi
Dalam masalah kepasiran, Tixier
et.al. berpendapat bahwa kekuatan formasi terhadap kepasiran tergantung dari
dua hal ,yaitu “intrinsic strength offormation” atau kekuatan dasar formasi dan
kesanggupan pasir untuk membentuk lingkungan stress yang ditentukan oleh
tekanan pori-pori dan tekanan overburden, bentuk dan sorting butiran serta
sementasi diantara butiran yang kadang-kadang diperkuat oleh clay.
Untuk menentukan suatu formasi stabil atau tidak dari suatu lapangan
dikenal kriteria kritis misalnya untuk lapangan Gulf
Coast digunakan kriteria
kritis yang merupakan batas suatu formasi bersifat labil atau stabil, menurut
Tixier adalah :
G/Cb > 0.8 x 1012 psi2 : formasi stabil (kompak)
G/Cb < 0.8 x 1012 psi2 : formasi tidak stabil (tidak kompak)
b. Sementasi
Batuan
Kekuatan formasi merupakan kemampuan dari fromasi untuk menahan butiran
pasir agar tidak terlepas akibat operasi produksi. Kekuatan formasi pasir
dipengaruhi oleh friksi antar butir pasir dan kohesi antar butir pasir . Friksi
bertambah besar jika beban overburden bertambah besar. Kohesi antar butir
timbul akibat sementasi dan tegangan antar permukaan fluida.
Formasi pasir yang sementasinya baik
dapat merupakan suatu sistem yang stabil dengan jalan membentuk lengkungan
kestabilan (arching) di luar lubang perforasi.
Tixier menyatakan bahwa kekuatan
formasi terhadap kepasiran tergantung pada kekuatan dasar formasi (intrinsic
strength of formation) dan kemampuan pasir untuk membentuk lengkungan yang
stabil di sekitar lubang perforasi.
Batupasir terbagi menjadi tiga jenis tergantung dari komposisi kimianya,
yaitu quartzite, graywacke dan arkose. Sementasi pada pasir kwarsit adalah
karbonat (kalsit dan dolomit) dan silika (chert, chalcedonit dan kwarsa
sekunder), sementasi alamiah pada batupasir graywacke dan arkose sangat sedikit
atau hampir tidak ada. Mineral tidak stabil adalah lempung yang banyak terdapat
pada pasir arkose dan graywacke. Lempung umumnya menyelimuti butir-butir kwarsa
dan bersifat sebagai mineral penyemen. Pasir graywacke dan arkose tidak
tersementasi dengan baik sehingga sering menimbulkan problem kepasiran.
Sementasi batuan sangat berpengaruh
terhadap ikatan antar butir atau konsolidasi dari butiran batuan
tersebut, dengan demikian akan berpengaruh pula terhadap kestabilan butiran
tersebut. Semakin tinggi derajat sementasinya , maka suatu formasi akan semakin
kompak. Persamaan empiris yang menunjukkan hubungan faktor formasi (F) terhadap
porositas (f)
dan faktor sementasi (m) telah diberikan Archie dalam bentuk sebagai berikut :
c. Kandungan
Lempung
Sebagian besar formasi pasir
mengandung lempung sebagai matrik atau semen batuan. Material lempung terdiri
dari kelompok mik, kaolonit, chlorite illite dan montmorilonite. Kelompok
montmorilonite akan mengalami swelling bila kontak dengan air.
Pada umumnya lempung mempunyai sifat
yang basah terhadap air atau water wet sehingga bila ia bebas melewati formasi
yang mengandung lempung akan menimbulkan dua akibat yaitu :
·
Lempung akan menjadi lunak.
·
Gaya
adhesi dari fluida yang mengalir terhadap material yang dilaluinya akan naik.
Akibat dari semua itu maka butiran
pasir cenderung untuk bergerak ke lubang sumur bila air formasi mulai
berproduksi. Untuk menghitung kandungan mineral lempung di dalam formasi dapat
dilakukan dengan analisa logging. Adapun jenis log yang digunakan adalah :
Spontaneous potensial log, resistivity log, gamma ray log dan neutron log.
d. Laju
Aliran Kritis
Sand free flow rate adalah besarnya
laju produksi kritis yang mana bila laju produksi sumur lebih besar dari laju
kritisnya maka akan menimbulkan problem kepasiran.
Stein-Odeh dan Jones telah
mengadakan penyelidikan untuk memperkirakan laju produksi dari suatu formasi.
Maksimum sand free flow rate dapat ditentukan dengan anggapan bahwa gradien
tekanan maksimum di permukaan kelengkungan pasir yaitu saat laju produksi
maksimum tanpa kepasiran berbanding langsung dengan kekuatan formasi.
Formasi pasir yang sementasinya baik
dapat merupakan suatu sistem yang stabil dengan jalan membentuk lengkungan
kestabilan di luar lubang perforasi. Dengan kata lain bahwa apabila produksi
menyebabkan tekanan kelengkungan pasir lebih besar dari kekuatan formasinya
maka butiran pasir formasi akan bergerak atau mulai ikut berproduksi. Gambar
3.8. merupakan gambaran Lengkung Kestabilan formasi
Persamaan
yang diturunkan oleh Stein-Odeh dan Jones didasarkan pada anggapan sebagai
berikut:
1.
Laju produksi untuk setiap interval perforasi adalah
sama
2.
Permeabilitas tetap untuk setiap interval kedalaman
3.
Tidak terjadi overlapping dari kelengkungan kestabilan
untuk setiap interval perforasi
4.
Pengaruh turbulensi aliran, merata di seluruh interval
perforasi
5.
Perbedaan tekanan maksimum yang diperbolehkan pada
bidang kelengkungan adalah sebanding dengan kekuatan formasi.
2. Cara
Mengatasi Problem Kepasiran
Pada hakekatnya problematika turut
terproduksinya pasir dapat dokontroll dengan tiga cara, yaitu :
A. Pengurangan Drag Force
Cara ini merupakan cara yang paling
mudah dan efektif digunakan dalam menontrol. Laju produksi yang menyebabkan
terikutnya produksi pasir harus dipertimbangkan pada laju per-unit area dari
formasi yang permeabel.
Langkah pertama yang harus
dipertimbangkan adalah penambahan daerah aliran (flow area), kemudian penentuan
laju maksimum atau laju produksi kritis, dimana di atas maximum rate tersebut
pasir menjadi berlebihan.
Ketika laju fluida bertambah secara
bertahap, kosentrasi akan naik turun dengan tajam seharga kosentrasi mula-mula.
Efek bergelombang ini terbukti akan merusak brigde yang tidak stabil yang mana
akan terbentuk kembali pada laju aliran yang tinggi.
Ketika critical range yang telah
dicapai, bridge tidak terbentuk kembali. Strength struktur telah terlampaui dan
produksi pasir akan berlanjut pada laju aliran yang lebih tinggi. Laju produksi
kemudian dikurangi sampai dibawah critical range untuk memberi kesempatan agar
bridge terbentuk kembali, kemudian rate dapat ditambah tetapi masih dibawah
critical range.
Prosedur ini disebut Bean-up
Technique yang secara cermat dilakukan dalam periode beberapa bulan dan efektif
untuk menetapkan laju produksi maksimum suatu sumur.
B. Metode Mekanik
Cara ini dilakukan dengan
menggunakan gravel (dengan screen untuk menahan gravel) atau dengan screen
(tanpa gravel) untuk menahan butiran pasir yang ikut mengalir bersama fluida
reservoir pada saat sumur berproduksi.
Masalah utama dalam meotde ini
adalah bagaimana untuk mengontrol pasir formasi tanpa mengurangi produktivitas
sumur secara berlebihan.
Pertimbangan
utama untuk mendesain gravel dan screen antara lain :
1.
Ukuran gravel optimum yang sesuai dengan ukuran butiran
pasir.
2.
Luas optimum dari screen slot untuk menahan gravel dan
jika tidak memakai gravel, maka harus sesuai dengan ukuran butiran pasir.
3.
Teknik penempatan yang efektif pada kemungkinan yang
paling penting.
Untuk perencanaan ukuran gravel maupun screen diperlukan distribusi
ukuran pasir, ukuran besar butir pasir, keseragaman buitran pasir dan tingkat
pemilihan butiran.
Untuk menentukan keseragaman butiran pasir digunakan metode sieve
analysis. Dalam metode ini sampel yang digunakan adalah yang representatif karena
penyebaran ukuran butiran pasir yang bervariasi dari suatu zona ke zona yang
lain.
Tingkat keseragaman butiran pasir oleh Schwartz dapat ditentukan dengan
persamaan :
dimana:
d40 = diameter butiran pasir pada titik 40
percentile pada kurva
d90 = diameter butiran pasir pada titik 90 percentile pada kurva
C = koefisien keseragaman (uniform
coefficient)
Schwartz menyatakan bahwa pengertian
uniform coefficient adalah merupakan tingkat keseragaman dari butiran pasir
yang kemudian dapat menunjukkan baik atau buruknya pemilihan butir (sortasi).
Harga C ini bervariasi dan setiap harga menunjukkan tingkat keseragaman dari
tiap butiran pasir, yaitu :
Jika C < 3
maka pasir seragam dan berukuran d10 sebagai ukuran gravel kritis
Jika C > 5
maka pasir tidak seragam dan berukuran d40 sebagai ukran gravel
kritis
Jika C >10
maka pasir sangat tidak seragam dan berukuran d70 sebagai ukuran
gravel kritis
Slotted atau Screen Liner
Alat ini berbentuk pipa dan
mempunyai sejumlah lubang pada sisinya dengan ukuran tertentu yang dipasang
didepan interval perforasi. Tujuan pemasangan alat ini adalah untuk menahan
laju aliran butiran pasir yang terikut di dalam fluida reservoir, sehingga
fluida melaju tanpa adanya hambatan.
Secara ideal, lebar lubang (slot)
pada liner harus dapat menahan buitran pasir tetapi tidak membatasi aliran
fluida.
Percobaan yang dilakukan oleh
Coberly menyatakan bahwa batas tertinggi lebar lubang tidak boleh lebih dari dua
kali diameter 10 percentile agar dapat menahan secara efektif. Dalam menentukan
ukuran screen ini, beberapa ahli memberikan persaman-persamaan sebagai berikut
:
1. Coberly :
W = 2 x d10
…………………………………………………………(3-28)
2. Wilson :
W = d10 ………………………………………………………………………………………(3-29)
3. Giil :
W = 2 x d15 ……………………………………………………….(3-30)
4. De Priester :
0.05 £ W £ d20 ……………………………………………………(3-31)
dimana :
W = lebar celah liner, in
d10 = diameter butir pasir pada titik 10
percentile pada kurva distribusi, in.
Untuk menahan formasi pasir yang
seragam, dimana butiran sulit untuk ditahan atau sering terjadi perubahan
kecepatan aliran, dianjurkan menggunakan lebar lubang sama dengan diameter 10
percentile atau W = d10
Gravel Pack
Cara ini dilakukan dengan jalan
memasang saringan pasir di bagian luar dan slotted liner di bagian dalam.
Pada awalnya Coberly dalam
perbandingan ukuran gravel sand hanya mempertimbangkan masalah menahan/mencegah
gerakan pasir kedalam lubang bor dan bukan permeabilitas gravel packnya.
Kemudian menjadi jelas bahwa produktivitas maksimum dari formasi pasir harus
terhenti pada permukaan luar dari gravel pack. Jika terjadi penghalang pasir
didalam gravel pack itu sendiri, maka permeabilitas akan berkurang.
Pengaruh dari G-S Ratio pada
permeabilitas gravel pack digambarkan dengan jelas pada penyelidikan
laboratorium oleh Saucier. Gambar 3.10. menunjukkan pengaruh G-S Ratio pada
permeabilitas gravel pack.
1. Ukuran Gravel
Pack
Untuk menentukan ukuran gravel,
beberapa ahli memberikan saran sebagai berikut :
a. Coberly :
D > 10
d10 ……………………………………………………………..(3-32)
b. Hill :
D =
8 d10 ………………………………………………………………(3-33)
c. Tausch dan
Corley :
4 d10
< D < 6 d10 ………………………………………………………(3-34)
d. Schwartz :
Schwartz,
memberikan pendekatan dalam menentukan ukuran gravel, yaitu dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut
:
1. Analisa butiran pasir formasi
Setelah diperoleh kurva distribusi ukuran butir pasir formasi produktif,
maka kurva tersebut digunakan untuk perhitungan selanjutnya.
2.
Harga perbandingan gravel terhadap pasir formasi atau
G-S ratio
G-S ratio adalah perbandingan antara ukuran butiran gravel dengan ukuran
butir pasir formasi. G-S ratio sangat penting hubungannya dengan pemilihan
ukuran gravel. Beberapa bentuk persamaan yang diberikan oleh para ahli, adalah
sebagai berikut :
a. Saucier
b. Schwartz
atau :
c.
Coberly-Hill-Wagner-Gumpertz :
d. Maly :
Untuk harga perbandingan G-S kurang dari 6, pasir tidak mampu masuk ke
dalam gravel pack, jika perbandingan ukuran G-S diantara 6-10.5 pasir bisa
masuk dan akan mengurangi permeabiltas efektif gravel pack, dan apabila
perbandingan G-S lebih besar dari 10.5 maka gravel pack tidak mampu menahan
pasir yang masuk. Gambar 3.7. menunjukkan efek G-S ratio terhadap permeabilitas
gravel pack.
Schwartz mengakui adanya efek dari kecepatan aliran dan ia membuat
rumusan yang sama dengan Saucier, sebagai berikut :
1.
Pasir dengan C < 5 dan velocity < 0.05 ft/sec,
menggunakan d10 sebagai ukuran gravel kritis.
2.
Pasir dengan C > 5 dan velocity > 0.05 ft/sec,
menggunakan d40 sebagai ukuran gravel kritis.
3.
Pasir dengan C
> 10 dan velocity > 0.1 ft/sec, menggunakan d70 sebagai
ukuran gravel kritisnya.
Jadi ukuran
gravel pack adalah sebagai berikut :
D90 gravel
= 6 x d90 pasir formasi ………………………………………(3-35)
Dimana kecepatan
aliran (velocity) adalah :
Metode gravel packing disarankan untuk mengontrol pasir pada zone yang
panjang. Gravel packing juga baik dipakai untuk zone pendek, tetapi di dalam
remedial work, multiple completion, diameter sumur yang kecil, dan adanya
abnormal prsessure akan menambah kesulitan dan biaya.
2. Tipe Gravel Pack
Untuk
menempatkan gravel pack tergantung sistem sumur yang digunakan, penempatan
gravel pack ada dua cara, yaitu :
1. Open hole
gravel pack, dimana selalu digunakan pada single completion
Pada tipe ini, casing diset di atas
formasi produktif, sedangkan gravel ditempatkan di annulus antara screen liner
dengan formasi. Biasanya lubang bor diperbesar (underreamed) untuk mengangkat
kotoran-kotoran yang diakibatkan saat pemboran berlangsung dan mengurangi
tahanan alir dengan memperbesar radius pasir -gravel unit.
2.Cased-hole
gravel pack
Tipe
dari cased-hole geavel packing dilakukan dengan menempatkan gravel di annulus
antara screen liner dengan casing dan sebagian di belakang perforasi
(perforation tunnel).
Fluida produksi yang mengalir harus
melalui tiga bagian, yaitu bagian gravel yang mengisi tunnel perforasi, gravel
pack dan screen liner untuk mencapai lubang bor. Oleh karena itu, produktivitas
ditentukan oleh tahanan alir dari masing-masing bagian tersebut. Potensi
terbesar untuk tahanan alir adalah bagaian perforasi.
3 .Kualitas
Gravel
Kualitas gravel sangat
bervariasi dan tergantung pada sumber gravel yang ditangani. Gravel sangat
bervariasi di dalam kemurnian, kebundaran kekuatan dan kandungan kuarsa. Gravel
dapat bercampur dengan kotoran dan pecah selama transportasi dan penempatannya.
API merekomendasikan pasir yang
digunakan untuk gravel pack yaitu :
3.
Kebulatan dan kebundaran , 0.6 atau lebih dari skala
Krumbein.
4.
Pembatasan kelarutan terhadap asam, tidak boleh lebih
dari 1 % kelarutan dalam 12 % HCl atau 3% HF lumpur asam. Kandungan kuarsa 98 %
atau lebih.
5.
Kekuatan butiran (dalam standar tes laboratorium) bila
diberi tekanan 2000 psi selama 2 menit tidak boleh rusak lebih dari 4 % untuk
ukuran 12/20, 16/30, dan 20/40 mesh atau 2 % untuk ukuran 30/50 dan 40/60 mesh.
4.Penyeleksian
Screen Liner
Screen liner yang digunakan
harus sesuai dengan ukuran gravel, sehingga harus ditentukan ukuran screen
liner. Ukuran screen liner (W) mempunyai harga tertentu yang besarnya sesuai
dengan strandar produksi pabrik yang memproduksinya.
C. Metode Resin Consolidation
Metode ini umumnya digunakan pada
formasi dimana material lepasnya sangat halus. Metode ini dilakukan dengan
menggunakan resin yang akan mengikat butiran pasir disekitar lubang bor. Resin
akan mengikat buitran pasir menjadi suatu gumpalan yang keras, dimana ikatannya
kuat dan mempunyai compressive strength samapai 3000 psi.
Sistim pengikatannya dengan
menggunakan fluida pengikat, seperti :
Furan, Epoxy, Phenol Resin, Phenol
Formaldehyd. Caranya yaitu dengan menginjeksikan sejumlah zat pengikat kedalam
formasi unconsolidated sehingga material halus akan terikat dan menjadi butiran
yang lebih besar dan lebih mudah dikontrol.
Metode ini digunakan pada zone pendek
dimana karena suatu hal sehingga gravel pack tidak bisa digunakan. Adapun
beberapa keuntungan lain dari penggunaan metode ini adalah sebagai berikut :
1.
Tersedia untuk ukuran diameter yang kecil
2.
Cocok dipakai melalui tubing
3.
Awet dipakai pada open well bore
4.
Cocok untuk
sumur multiple completion (komplesi ganda)
5.
Dapat digunakan untuk sumur yang bertekanan abnormal,
di offshore atau lokasi yang terisolasi diamana tubing hoist tidak tersedia,
sehingga akan mengurangi kesulitan dan biaya.
Persyaratan yang
harus dipenuhi dalam metode resin
consolidation adalah :
1.
Permeabilitas formasi harus merata
2.
Perforasi harus semua terbuka
3.
Interval produksi/perforasi tidak terlalu panjang
(kurang dari 10 ft)
4.
Tidak banyak butiran asing selain pasir yang berbutir
cukup besar
5.
Tidak terjadi kontaminasi plastik selama pengerjaannya
Pada dasarnya ada dua sistim pada resin
consolidation method, yaitu :
a. Sistim
Internal
Pada sistim
ini dugunakan larutan Resin yang disertai oleh zat pengeras, pengencer,
katalisator. Pengerasan terjadi dengan terpisahnya pelarut dari resinnya.
b. Sistim external
Pada sisitm
ini digunakan larutan resin yang tidak disertai oleh zat pengeras. pengerasan
pada saat overflush datang.
5.Korosi
Korosi adalah kerusakan logam akibat
reaksi elektrokimia dengan lingkungannya, demana besi (Fe) bereaksi membentuk
senyawa hidroksida, karbonat atau sulfida yang rapuh dan mudah tererosi oleh
aliran. Sebagai akibatnya adalah penipisan dinding pipa, alat-lat produksi,
yang akhirnya dapat menimbulkan kebocoran-kebocoran.
Penyebab korosi yang sering dijumpai
di lapangan adalah CO2, H2S, asam-asam organik, HCl dan
oksigen yang terlarutkan di dalam air.
1. Faktor-faktor penyebab terjadinya korosi
antara lain :
·
Pengaruh komposisi logam, dimana setiap logam
yang berbeda komposisinya mempunyai kecendrungan yang berbeda pula terhadap
korosi.
·
Pengaruh komposisi air, dimana pengkaratan oleh
air akan meningkat dengan naiknya konduktivitas. Disamping itu pengkaratan oleh
air juga akan meningkat dengan menurunnya pH air.
·
Kelarutan gas, dimana oksigen , karbondioksida
atau hidrogen sulfida yang terlarut dalam air akan menaikkan korosivitas secara
drastis. Gas yang terlarut adalah sebab utama problem korosi. Jika gas-gas
tersebut dapat dibuat tidak memasuki sistem air dan air dipertahankan pada pH
yang netral atau pH yang lebih tinggi, maka kebanyakan sitem air akan mempunyai
problem korosi sedikit.
·
Akibat reaksi perubahan fase dan reaksi kimia
secara langsung seperti pipa yang mengalami perenggangan.
2.
Syarat-syarat terjadinya korosi adalah :
1.
Anoda
Anoda merupakan bagian dari logam
yang terkorosi. Pada waktu logam larut maka atom melepaskanelektronnya sehingga
logam menjadi positif. Reaksinya adalah sebagai berikut :
2.
Katoda
Katoda merupakan logam yang tidak terlarut tetapi merupakan tempat yang
dituju oleh gerakkan elektron yang dalam perjalanannya bereaksi dengan ion yang
ada dalam air. Proses ini disebut reduksi, adapun reaksinya sebagai berikut :
3.
Elektrolit
Proses korosi akan berjalan secara simultan jika ada penghantar listrik
yang disebut elektrolit. Dalam hal ini air merupakan zat elektrolit yang
mempunyai sifat hantar listrik, ini akan naik jika kadar garam dalam air itu
bertambah.
3. Beberapa macam korosi yang sering dijumpai
anatara lain
·
Sweet, Corrosion, yaitu korosi yang disebabkan
oleh CO2 dan sam pekat serta tekanan parsialnya (7-30 psi atau
lebih). Adapun reaksi kimia yang terjadi sebagai berikut :
·
Sour Corrosion, yaitu korosi yang disebabkan
oleh H2S (dan sejumlah kecil O2 dan CO2). Pada
baja biasanya membentuk serbuk hitam yang merupakan katode baja sehingga baja
mudah patah atau aus. Karena molekul H membuat celah atau retakan -retakan dan
bila ada mikroorganisme maka akan mempercepat terjadinya korosi. Adapun reaksi
kimia yanga terjadi sebagai berikut
:
·
Oxygen Corrosion, yaitu korosi yang disebabkan
oleh udara atau air yang mengandung O2, yang ditandai adanya FeO(OH) dan Fe2O3
. Adanya gas yang mengandung CO2 dan H2S atau air garam
dapat mempercepat lajunya korosi tersebut. Adapun reaksi kimia yang terjadi
adalah sebagai berikut :
·
Electrochemical Corrosion, yaitu korosi yang
disebabkan kandungan anode, katode, elktrolit dan konduktor. Ditinjau dari
reaksi kimia-listriknya, maka terdapat
dua tipe yaitu :
a.
Peristiwa pembalikan aliran listrik, bila dua keping
logam yang berbeda dicelupkan pada media elektrolit yang sama.
b.
Bila dua keping yang sejenis dilarutkan pada media
salah satunya ditembuskan udara maka yang tidak merngansdung udara menjadi
katode, sebaliknya menjadi anode, Fe(OH)2 dan Fe(OH)3
akan mengendap saat ion besi (Fe++) bereaksi dan menghasilkan OH-
pada katode.
4. Cara pencegahan korosi antara lain dengan :
·
Mengontrol atau menurunkan kadar salinitas, H2S,
CO3 dan O2 dalam semua proses yang berhubungan dengan
produksi minyak, sehingga pH dapat dinaikkan (tingkat keasaman menurun).
·
Pelapisan khusus (coating) pada pipa dengan memakai “polythylene” dan “poly-vinyl
chloride”.
Dalam pemakaiannya, coating harus bersifat :
a.
Mampu dan cukup kuat menahan tegangan dari perubahan
suhu
b.
Berdaya ikat yang baik pada permukaan logam
c.
Bertahanan listrik tinggi setelah instalasi pipa
dipasang
d.
Dalam waktu tertentu bereduksi lemah pada tahanan
listriknya
·
Pemakaian “corrosion inhibitor” secara efektif
Dalam pemakaian “corrosion inhibitor” diharapkan selain menetralisir
korosi, juga melindungi dari elektrolit, yaitu :
a.
Pembentukan film (mengurangi difusi antara
logam-elektrolit)
b.
Detergen (menjaga agar sistem tetap bersih)
c.
Demulsifer (menetralisir pembentukan emulsi-korosi
inhibitor)
d.
Bakterisasi (mencegah pertumbuhan bakteri)
·
“Cathodic Pretection” yaitu memasukkan arus
listrik ke dalam logam, yang penggunaannya sesuai dengan:
a.
Resistivitas atau tanah sekeliling daerah tersebut
b.
Karakteristik pipa yang digunakan
3.1.2.
Problem Mekanis
Problem mekanis yang terjadi
pada suatu sumur perlu diperhatikan, karena hal ini akan mempersulit
pengontrolan sumurnya, sehingga apabila tidak diatasi sejak dini akan
menimbulkan kefatalan. Problem ini umumnya adalah :
a. Kebocoran
casing/tubing
Penyebab
terjadinya problem ini adalah proses korosi, collapse (sambungan pada casing.
Korosi pada casing disebabkan adanya kandungan H2S, CO2,
HCl, mud-acid atau perbedaan potensial/kontak dua macam fluida yang berbeda
kegaramannya, sehingga menyebabkan pengikisan kimiawi (non abrasi) pada dinding
casing terutama bagian dalamnya, sehingga makin lama makin tipis dan akhirnya
bocor.
Kebocoran casing
tesebut dapat mengakibatkan terjadinya komunikasi zona-zona lain dengan zona
produktif dan mengakibatkan laju produksi minyak turun.
b. Keruskan
primary cementing
Primary
cementing adalah penyemenan pertama yang dilakukan langsung setelah casing
dipasang begitu selesai pemboran .
Tujuan primary
cementing adalah :
·
Memisahkan lapisan yang akan diproduksi dengan
yang tidak
·
Mencegah mengalirnya fluida dari satu lapisan ke
lapisan yang lain
·
Melindungi pipa dari tekanan formasi
·
Menutup zona loss circulation
·
Mencegah proses korosi pada casing oleh fluida
formasi
Sebab-sebab
terjadinya kerusakan primary cementing adalah adanya tekanan yang besar pada
operasi kerja ulang atau kualitas semen dan pengrejaannya yang tidak baik.
c. Keruskan
peralatan produksi bawah permukaan
Keruskan
peralatan produksi bawah permukaan antara lain :
·
Tubing atau packer bocor
·
Keruskan pada casing atau tubing
·
Kesalahan atau kerusakan pada artificial lift
·
Keruskan pada plug
Adapun problem
di atas harus ditangani sejak dini dengan melakukan recompletion (komplesi
kembali secara keseluruhan sehingga baik/sempurna).
6.
Coning
Water dan Gas coning merupakan permasalahan yang serius pada banyak
aplikasi dilapangan. Gejala ini ditandai oleh breakthtrough air atau gas yang
terlalu dini. Penyebab timbulnya gejala coning pada sumur-sumur minyak pada
dasarnya disebabkan oleh laju produksi yang berlebihan.
Water coning bisa terjadi bersama-sama dengan gas coning atau trjadi
sendiri-sendiri, tergantung pada reservoarnya. Jika reservoarnya memiliki
lapisan ga diatas lapisan minyak dan atau lapisan air dibawahnya, maka
kemungkinan terjadi gejala coning ada.
Terproduksinya air atau gas yang berlebihan tidak hanya menurunkan
produksi minyak , tetapi juga dapat mengakibatkan sumur di tutup atau ditinggalkan sebelum
waktunya.
Berbeda dengan fingering, coning terjadi akibat aliran air dan atau gas
yang melintasi bidang batas dari arah vertikal. Sedangkan pada fingering air dan atau gas mengalir melewati atau
sepanjang bidang batas. Bidang batas yang dimaksud adalah oil water contac atau
gas oil contact yang berbeda dalam kondisi statis, yaitu ketika belum terjadi
aliran didalam reservoar.
A.Faktor Penyebab Water/Gas Coning
Water coning didefinisikan sebagai
gerakkan vertikal dari air yang memotong bidang perlapisan didalam formasi
produktif. Terproduksinya air yang
berlebihan dapat terjadi sebagai akibat dari beberapa hal dibawah ini :
Perembesan air umumnya terjadi pada mekanisme pendororng water drive, water
coning, water fingering, dan terjadinya kerusakan primary cementing atau
kebocoran casing.
Water fingering didefinisikan sebagai gerakan air menuju ke atas dalam
zona yang lebih permeabel dari multi zona. Didalam reservoar yang
berlapis-lapis gas fingering dapat
terjadi lebih awal pada lubang bor dengan perbedaan tekanan yang tinggi. Gas
fingering lebih umum terjadi di dalam reservoar dimana permeabilitas antar zona
cukup besar perbedaannya.
Gambar 3.16. merupakan bentuk
kerucut air yang telah mencapai lubang perforasi, sedangkan gambar 3.17.
merupakan bentuk kerucut gas.
B. Cara Menangulangi Water/GasConing
Produksi air yang berbentuk kerucut atau gas dapat mengurangi produksi secara
signifikan. Oleh karena itu penting untuk memperkecil atau paling tidak menunda
terjadinya coning. Beberapa metode yang dilakukan untuk menanggulangi
terjadinya coning yaitu :
·
Menrunkan laju produksi dibawah laju alir kritis
(qo < qc)
·
Jika mungkin mematikan sumur, selama waktu
tertentu sehingga diperkirakan akan mengembalikan batas air-minyak kekondisi
awal.
·
Menjalankan program kerja ulang, untuk menutup
lubang perforasi awal dan melakukan perforasi dengan interval yang baru.
Analisa Kerusakan Formasi
Untuk
mengidentifikasi adanya indikasi kerusakan pada formasi dapat dilakukan dengan
menggunakan beberapa cara yang ada. Seperti Presure Build-Up Test dan Pressure
Drawdown Test.
BISA BAGI JURNAL ATAU SUMBERNYA MIN?
BalasHapusTENTANG KEPASIRAN SUMUR MIN..
Hapus